Bdgtoday.com / Bandung – Wakil Ketua Komisi V DPRD Jawa Barat Abdul Hadi Wijaya mengkritisi kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) Jabar Tahun 2024 yang ditetapkan dengan kenaikan 3,57 persen, atau naik Rp70.825 dari Rp1.986.670 menjadi Rp2.057.495.
Menurut Abdul Hadi Wijaya Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jabar harus lebih memperhatikan realitas di lapangan, kondisi rakyat, inflasi, kemampuan daya beli masyarakat yang saat ini cenderung melemah dan faktor lainnya saat menetapkan UMP Jabar Tahun 2024.
Para pekerja kurang puas terhadap kenaikan UMP 3,57 persen tersebut, salah satunya 11 perwakilan serikat pekerja Jabar yang baru-baru ini melakukan audiensi dengan Komisi V DPRD Jawa Barat terkait kenaikan UMP Jabar Tahun 20234.
“Kami menangkap (memahami) ketidakpuasan masyarakat, salah satunya dari 11 perwakilan serikat pekerja wilayah Jabar yang mengadukannya kepada kami,” kata Abdul Hadi Wijaya, Bandung, Kamis (23/11/2023).
Masyarakat atau kelompok serikat pekerja lanjut Abdul Hadi Wijaya, kurang puas karena UMP Jabar 2024 yang ditetapkan dalam Surat Keputusan Gubernur Nomor 561/Kep.768-Kesra/2023 mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 51 Tahun 2023 tentang Pengupahan yang diketahui regulasi tersebut merupakan revisi dari PP 36 Tahun 2021 dan PP 78 Tahun 2015. Selain itu, para pekerja kurang puas karena proses penetapan UMP Jabar Tahun 2024 tersebut dianggap para pekerja tidak mengakomodir aspirasi pekerja.
“Mereka kurang puas, penyebabnya karena UMP Jabar Tahun 2024 mengacu PP Nomor 51 Tahun 2023, dan yang dipermasalahkan pekerja itu prosesnya yang dianggap tidak menampung aspirasi para pekerja, itu yang disampaikan para pekerja kemarin,” tegasnya.
“Para pekerja meminta penetapan UMP Jabar Tahun 2024 itu mempertimbangkan juga kenaikan harga bahan pokok,” sambung Abdul Hadi Wijaya.
Selain UMP Jabar Tahun 2024, para pekerja pun menyinggung soal Upah Minimum Kota dan Kabupaten atau UMK. Dalam audiensi baru-baru ini, para pekerja mengeluhkan soal UMK para pekerja lama dan baru yang disamaratakan. Para pekerja meminta UMK justru dibedakan antara pekerja lama dan baru.
“Upah para pekerja yang sudah puluhan tahun dengan pekerja baru diminta dibedakan, mereka (para pekerja) meminta tidak disamaratakan,” tambahnya.
Keluhan hingga aspirasi para pekerja tersebut akan disampaikan Komisi V DPRD Jawa Barat kepada Pemprov Jabar. Termasuk akan disampaikan juga ke DPR RI, kementerian terkait dan presiden.