BDG TODAY / Seiring berkembangnya peradaban yang semakin maju, seiring itu pula potensi kebencanaan semakin besar. Terlebih, Kota Bandung yang merupakan wilayah padat penduduk membuat risiko kebakaran menjadi tinggi.
Demikian dikemukakan Kepala Dinas Kebakaran dan Penanggulangan Bencana (Diskar PB) Kota Bandung, Ferdi Ligaswara usai menjadi narasumber pada acara Bandung Menjawab di Taman Sejarah Balai Kota Bandung, Selasa (12/3).
Tak hanya kebakaran, kata Ferdi, potensi bencana alam pun tak kalah menanjak. Banjir, tanah longsor, dan pohon tumbang adalah peristiwa yang sering terjadi akhir-akhir ini. Sejak awal 2019 ini, telah terjadi 65 kali bencana selain kebakaran. Alih fungsi lahan di berbagai tempat dan perubahan perilaku manusia memicu peristiwa tersebut.
“Di era kemajuan zaman, kita sering melupakan bahwa semakin maju negara, kota, maka semakin dekat potensi kebencanaan. Lingkaran kebencanaan itu semakin dekat, semakin kecil,” ungkap Ferdi Ligaswara.
Oleh karena itu, katanya, tugas sebagai tim penanggulangan bencana akan semakin berat dan tantangan penyelamatan akan semakin besar. Ia pun meminta agar seluruh elemen kota menaruh perhatian besar pada situasi ini.
“(Banjir terjadi) Di Garut, Cirebon dan banyak daerah yang tidak ada sejarah banjir. Bandung dengan kejadian kemarin di Jatihandap, Cicaheum yang tidak ada sejarah banjir. Tadi itu fakta. Kalau kita gali lagi kenapa begitu? Perubahan fungsi ruang, harusnya daerah resapan kini sudah berubah. Jurang saja jadi view menarik untuk dijadikan bangunan yang harusnya jadi resapan air. Jadi kan tidak aneh kalau sekarang adalah lumpur, batangan pohon, bahkan kasur (hanyut di sungai),” paparnya.
Masalah lain timbul dari terbatasnya sarana dan prasarana penyelamatan bencana. Untuk penyelamatan kebakaran di gedung, misalnya. Dinasnya tidak memiliki tangga yang cukup untuk menjangkau lantai yang tinggi.
“Sekarang lapis lantai di kita itu sudah ada 30 lantai, kekuatan tangga kita di unit itu baru separuhnya. Jadi dadah-dadahan kalau terjadi kebakaran di ketinggian,” katanya.
Dari segi personel, Ferdi mengaku masih kekurangan. Saat ini ia hanya mampu merekrut 260 Tenaga Harian Lepas (THL) selain 70-an Aparatur Sipil Negara (ASN) yang bertugas. Padahal, idealnya ada 500 personel yang bersiaga melayani 2,4 juta penduduk Kota Bandung. Dari ideal 96 unit satuan, Kota Bandung baru bisa membentuk 32 unit.
“Tapi saya tidak loyo dengan keadaan sekarang, kita maksimalkan. Kita bangun bakar semangat heroisme,” katanya bersemangat.
Ia mengaku memiliki tim yang sangat gigih dalam bekerja. Mereka direkrut melalui seleksi sesuai regulasi. Khusus soal ini, ia terus menyuarakan agar satuannya, terutama para PHL, bisa memperoleh tunjangan yang sebanding dengan risiko pekerjaan mereka. Ia prihatin saat mengetahui di kota lain, gaji PHL pemadam kebakaran sangat kecil.
“Kalau di Kota Bandung alhamdulillah relatif lumayan, tapi itu tidak cukup. Mereka mempertaruhkan jiwa. Dua anak kami meninggal dalam tugas, tiga anggota kami kalau dibuka pakaiannya itu luluh lantak seperti lilin. Betapa tidak, perlindungannya pun harus diperhatikan, karena tugas mereka berisiko,” ujarnya.
Ia menyebut, tim kebanggaannya sebagai pejuang kemanusiaan. Julukan itu layak disematkan atas dedikasi mereka dalam menyelamatkan ribuan nyawa dalam segala situasi. Tak hanya di Kota Bandung, mereka juga turun tangan membantu penanggulangan bencana di berbagai wilayah di Indonesia, seperti saat tsunami Selat Sunda melanda.
Memperingati 100 tahun Damkar Indonesia, Diskar PB Kota Bandung berkomitmen untuk terus meningkatkan pelayanan penyelamatan kepada seluruh warga kota. Tanpa pandang bulu, Diskar PB akan melayani permintaan warga dalam kondisi darurat.
“Prinsip kami, kami tidak ingin dilayani, tapi kamilah yang harus melayani. Jadi kita ingin melayani masyarakat, hakikatnya kita menolong,” tegasnya.*